Masalah penegakan hukum merupakan hal yang paling mendasar dalam
menciptakan prinsip atau azas keadilan dalam perspektif hukum di indonesia. sekilas kita
memandang dan mengarah pada persoalan hukum yang hari ini terjadi di indonesia
khususnya di tengah tengah masyarakat ,dimana yang pertama mengkritik secara
mendasar adalah bahwa dalam sistem penegakan hukum di indonesia masih saja
banyak hal yang bertolak belakang dari prinsip hukum itu sendiri dan tentunya hal
ini telah menjadi sebuah polemik yang sering dikupas ditengah - tengah
masyarakat dewasa ini dari berbagai sisi . bagaimana tidak, dalam konteks realitas
kehidupan sosial dalam berbangsa dan bernegara saat ini , keadilan bukanlah
milik seluruh bangsa, tetapi hanya dimiliki berbagai individual yang bisa
dikatakan mapan dalam segi finansial kehidupannya.
Dalam hal ini, pemerintah pusat
yang merupakan ujung tombak dalam mengakomodir dan menuntaskan berbagai
persoalan yang ada ternyata tidak mampu berkomitmen untuk menyelesaikan
permasalahan yang ada saat ini baik itu sosial, ekonomi dan hukum.
.hal
ini terlampir jelas dalam butir – butir pasal yang menghiasi beberapa undang-
undang yang sengaja diciptakan oleh
legilatif atas usulan institusi terkait
guna menciptakan sebuah efek jerah bagi setiap individu yang melanggar daripada
ketentuan hukum di indonesia yang sampai detik ini terus mengikat bangsa ini
sejak dilahirkan kebumi pertiwi indonesia sampai resmi menjadi warga negara
indonesia secara adminitrasi kependudukan di indonesia.
Hal
ini tentunya jelas dari beberapa hasil temuan Undang – undang Di indonesia
seperti
UU KUHP, UU NO 35 Tahun 2009 Tentang Narkoba, UU NO 31 Tahun 2009 Tentang TIPIKOR, UU NO 15 Tahun 2004 Tentang Terorisme, Dll.ternyata beberapa undang – undang ini sangat bertentangan dengan penegakan hukum yang ada di indonesia, dan hal ini juga tentunya dapat dijadikan sebuah tolak ukur dengan beberapa kasus pelanggaran hukum yakni kasus pelanggaran hukum yang dijatuhi sanksi hukuman mati dengan kasus pelanggran hukum yang seharusnya dijatuhi sanksi hukuman mati ternayata tidak malah dijatuhi sanksi yang diluar dari peraturan perundang – undangan yang telah ditetapakan sesuai dengan porsi pelanggaran yang diatur dalam undang – undang diatas.misalnya, kasus yang baru di rilis oleh media yang menjadi seputar isu hot dalam seminggu di media cetak maupun media elektronik , yakni kasus yang dilakukan oleh freddy budiman ( kasus pengedar narkoba ) dengan sanksi vonis hukuman mati dan ini merupakan hal yang dikatakan wajar karena menyangkut maju mundurnya generasi penerus bangsa, hal ini tentunya menarik sebagai satu topik bahasan apabila dikaitkan dengan kasus korupsi yang terjadi di indonesia dan ini menyangkut kerugian bagi negara R.I, kasus ini terlihat jelas dengan adanya praktik diskriminasi hukum yang telah dilakukan oleh institusi penegak hukum dalam menjatuhi vonis hukuman, padahal jelas secara legalitas hukum yang diatur dalam UU dasar 1945 yakni semua warga negara sama kedudukannya di mata hukum, Maka seharusnya tidak ada lagi yang namanya diskriminasi dalam penegakan hukum. Kita lihat dan kita amati kebelakang perbandingan vonis hukuman antara kasus penyalahgunaan narkotika dengan TIPIKOR yang merupakan kasus pelanggaran hukum di indonesia.bayangkan dari tahun 1995 sampai 2013 dari data eksekusi vonis menurut kontras ada sekitar 14 terpidana dengan vonis mati sedangkan dari zaman orde baru sampai 2013 ada sekitar puluhan kasus korupsi yang diduga dilakukan oleh aparatur negara yang juga merupakan kasus dengan isu nasional yakni diantaranya kasus dugaan korupsi ditujuh yayasan pada zaman orde baru, PERTAMINA Dugaan korupsi dalam Tecnical Assintance Contract (TAC) antara Pertamina dengan PT Ustaindo Petro Gas (UPG) tahun 1993,kasus penggunaan dana reboisasi mengungkapkan ada 51 kasus korupsi dengan kerugian negara Rp 15,025 triliun yang dilakukan tommy soeharto, kasus BLBI yang mencuat pada tahun 2000, kasus bang century yang juga melibatkan WAPRES Boediona yang dulunya menjabat sebagai deputi bank Indonesia, Kasus Hambalang yang melibatkan Anas dan Andi malarangeng, Kasus Simulator SIM, kasus Impor daging sapi yang juga melipatkan presiden dari salah satu Parpol, dll, serta yang terakhir kasus KIR yang terindikasi melibatkan Menteri perhubungan RI dan melihat data yang terekspos dimedia elektronik hampir sekitar 27 ribu kasus korupsi diindonesia yang telah merembet hinga hari ini dan dalam persentasi tidak mencapai 1 % dalam proses penindakannya.tidak tanggung – tanggung lihat saja apa yang terjadi saat ini, berbagai kepala daerah di sumatera utara juga banyak yang terlibat kasus Korupsi ,dan banyak kepala daerah dalam melakukan perbuatan tindak pidana korupsi hanya dihukum dibawah hukuman minimal yang terlampir di UU TIPIKOR,dan jelas di dalam pasal 2 ayat 1 yang berbunyi “ Bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00- ( dua ratus juta rupiah dan paling Banyak 1.000.000.000,00- ( satu Milyar Rupiah )”. Lebih dari itu bahkan dugaan kasus TIPIKOR yang dilakukan oleh Drs.Rahudman yang juga menjabat sebagai kepala daerah kota medan malah divonis bebas oleh putusan hakim,dan ini bertentangan dengan apa yang dilakukan oleh beliau semasa ia menjabat sebagai sekda TAPSEL ditahun 2005.
UU KUHP, UU NO 35 Tahun 2009 Tentang Narkoba, UU NO 31 Tahun 2009 Tentang TIPIKOR, UU NO 15 Tahun 2004 Tentang Terorisme, Dll.ternyata beberapa undang – undang ini sangat bertentangan dengan penegakan hukum yang ada di indonesia, dan hal ini juga tentunya dapat dijadikan sebuah tolak ukur dengan beberapa kasus pelanggaran hukum yakni kasus pelanggaran hukum yang dijatuhi sanksi hukuman mati dengan kasus pelanggran hukum yang seharusnya dijatuhi sanksi hukuman mati ternayata tidak malah dijatuhi sanksi yang diluar dari peraturan perundang – undangan yang telah ditetapakan sesuai dengan porsi pelanggaran yang diatur dalam undang – undang diatas.misalnya, kasus yang baru di rilis oleh media yang menjadi seputar isu hot dalam seminggu di media cetak maupun media elektronik , yakni kasus yang dilakukan oleh freddy budiman ( kasus pengedar narkoba ) dengan sanksi vonis hukuman mati dan ini merupakan hal yang dikatakan wajar karena menyangkut maju mundurnya generasi penerus bangsa, hal ini tentunya menarik sebagai satu topik bahasan apabila dikaitkan dengan kasus korupsi yang terjadi di indonesia dan ini menyangkut kerugian bagi negara R.I, kasus ini terlihat jelas dengan adanya praktik diskriminasi hukum yang telah dilakukan oleh institusi penegak hukum dalam menjatuhi vonis hukuman, padahal jelas secara legalitas hukum yang diatur dalam UU dasar 1945 yakni semua warga negara sama kedudukannya di mata hukum, Maka seharusnya tidak ada lagi yang namanya diskriminasi dalam penegakan hukum. Kita lihat dan kita amati kebelakang perbandingan vonis hukuman antara kasus penyalahgunaan narkotika dengan TIPIKOR yang merupakan kasus pelanggaran hukum di indonesia.bayangkan dari tahun 1995 sampai 2013 dari data eksekusi vonis menurut kontras ada sekitar 14 terpidana dengan vonis mati sedangkan dari zaman orde baru sampai 2013 ada sekitar puluhan kasus korupsi yang diduga dilakukan oleh aparatur negara yang juga merupakan kasus dengan isu nasional yakni diantaranya kasus dugaan korupsi ditujuh yayasan pada zaman orde baru, PERTAMINA Dugaan korupsi dalam Tecnical Assintance Contract (TAC) antara Pertamina dengan PT Ustaindo Petro Gas (UPG) tahun 1993,kasus penggunaan dana reboisasi mengungkapkan ada 51 kasus korupsi dengan kerugian negara Rp 15,025 triliun yang dilakukan tommy soeharto, kasus BLBI yang mencuat pada tahun 2000, kasus bang century yang juga melibatkan WAPRES Boediona yang dulunya menjabat sebagai deputi bank Indonesia, Kasus Hambalang yang melibatkan Anas dan Andi malarangeng, Kasus Simulator SIM, kasus Impor daging sapi yang juga melipatkan presiden dari salah satu Parpol, dll, serta yang terakhir kasus KIR yang terindikasi melibatkan Menteri perhubungan RI dan melihat data yang terekspos dimedia elektronik hampir sekitar 27 ribu kasus korupsi diindonesia yang telah merembet hinga hari ini dan dalam persentasi tidak mencapai 1 % dalam proses penindakannya.tidak tanggung – tanggung lihat saja apa yang terjadi saat ini, berbagai kepala daerah di sumatera utara juga banyak yang terlibat kasus Korupsi ,dan banyak kepala daerah dalam melakukan perbuatan tindak pidana korupsi hanya dihukum dibawah hukuman minimal yang terlampir di UU TIPIKOR,dan jelas di dalam pasal 2 ayat 1 yang berbunyi “ Bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00- ( dua ratus juta rupiah dan paling Banyak 1.000.000.000,00- ( satu Milyar Rupiah )”. Lebih dari itu bahkan dugaan kasus TIPIKOR yang dilakukan oleh Drs.Rahudman yang juga menjabat sebagai kepala daerah kota medan malah divonis bebas oleh putusan hakim,dan ini bertentangan dengan apa yang dilakukan oleh beliau semasa ia menjabat sebagai sekda TAPSEL ditahun 2005.
Padahal
jelas ketika era zaman reformasi, Ketika segelintir individu yang mengaku kaum
– kaum reformis yang juga memiliki cita
– cita yakni visi misi reformasi dimana visi
misi reformasi itu sendiri yakni salah satunya mengecam untuk memusnakan KKN di republik ini yang juga secara tidak
langsung menganut sitem revolusi dari CINA malah tidak seutuhnya kecaman yang
inginkan tidak terealisasikan.padahal jelas, dilihat dari sistem revolusi cina
sendiri yang memakai sistem hukuman mati yakni berupa vonis hukuman gantung
bagi setiap personal yang melakukan korupsi ternyata berbuah secara efektif
guna meningkatkan efek jerah,dan ini terhitung dengan data informasi yang
dilihat dari media elektronik hampir seluruh pelaku korupsi di CINA dihukum
dengan vonis gantung, dan apabila hal ini juga diterapkan di indonesia hal yang
tidak mungkin terjadi bahwa indonesia sendiri akan terhindar dari praktik
korupsi dan hukum di indonesia tidak akan terlihat lagi adanya diskriminasi dan
undang – undang yang telah di produksi secara substansinya akan berjalan dengan
apa yang di inginkan dari hukum itu sendiri yakni keadilan dan bukan lagi
seperti yang kita bahas di kerangka tulisan serta apa yang sering kita lihat di
berbagai media hari ini.
Tentu
seharusnya ini juga merupakan sebuah evaluasi bagi institusi penegak hukum
karena jelas,bahwa institusi hari ini telah kehilangan citra baik penegak hukum
secara legitimasi institusional.Perspektif ini di tinjau dan dinilai dari
hilangnya nilai – nilai moral dalam kehidupan bangsa karena tidak adanya
pendidikan moral yang ditanamkan ketika mengikuti jenjang pendidikan sehingga
hal ini mengakibatkan terpinggirkannya prinsip – prinsip moral dasar dalam
hidup seperti prinsip sikap baik,
prinsip keadilan dan prinsip menghormati diri sendiri. karena hilangnya
prinsip keadilan inilah yang menyebabkan timbulnya polemik di tengah – tengah
masyarakat dan ini dikarenakan oleh tumpang tindihnya putusan – putusan yang
dilakukan hakim yang dinilai tidak sesuai dengan peraturan perundang – undangan
yang ada . maka dengan ini kami
meminta agar pihak penegak hukum khusunya yudikatif harusnya berkaca diri untuk
segera menyelesaikan permasalahan ini agar hukum di Republik ini tertata dengan
sebaik – baiknya.dan apabila hal ini terus menerus terjadi tanpa ada perbaikan
dari institusi penegak hukum khususnya yudikatif maka kami meminta untuk
membubarkan yudikatif !!!! agar tidak adanya lagi manipulasi hukum yang
dilakukan oleh segelintir orang yang tidak bertanggung jawab dan hanya
bersembunyi dibalik badan yudikatif yang tercinta.
SALAM
KEEADILAN DEMOKRASI KERAKYATAN
RIKY
SEMBIRING
Tidak ada komentar:
Posting Komentar